Optimalisasi Pemerintahan demi Memajukan Bangsa

Belanja Tidak Terduga dan Implementasinya Pada Pemerintah Daerah

Belanja Tidak Terduga sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan Pengeluaran anggaran atas Beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Definisi Belanja Tidak Terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenagnan pemerintah pusat/daerah.

Penggunaannya dapat dikategorikan untuk keadaan darurat atau keperluan lain yang mendesak. Dengan demikian keadaan darurat dan keperluan lain yang mendesak ini dapat dilaksanakan untuk Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Berdasarkan paparan diatas maka keadaan Darurat sebagaimana dikarenakan Bencana memungkinkan keadaan darurat dibiayai dengan APBD, tahapan darurat ini berdasarkan pada Bagian Penjelasan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana yang dimaksud dengan status keadaan darurat dimulai sejak status siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.

Keadaan Darurat berdasarkan PP 21 / 2008 meliputi :

    1. bencana alam, bencana non-alam, bencasan sosial dan/atau kejadian luar biasa;
    2. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/atau
    3. kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.

Secara administrasi proses keuangan dapat dilaksanakan pertanggung-jawaban nya sesuai dengan PP12/2019 terkait dengan Belanja Tidak Terduga (BTT) ini dimulai dari Penetapan Status oleh Kepala Daerah, Kepala SKPD mengajukan Rencana Kebutuhan Belanja (RKB) pada PPKD dan dilanjutkan dengan pencairan kepada Bendahara dan penyampaian pertanggung jawaban oleh Kepala SKPD, dimana Bendahara mencatat pada buku Kas Umum tersendiri. Terkait Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban belanja tidak terduga untuk tanggap darurat ditetapkan dalam peraturan Kepala Daerah (Peraturan Bupati).

Dalam Penjelasan Pasal 12 ayat (2) PP12/2019 disebutkan bahwa tugas yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja oleh PA/KPA yang melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya, yaitu :

    1. mengendalikan pelaksanaan Kegiatan;
    2. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;
    3. menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran atas Beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan;dan
    4. melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengadaan barang/jasa

Dengan demikian maka pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Penanganan Keadaan Darurat tetap merujuk pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 13 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat yang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Proses keuangan dan proses pengadaan diharapkan dapat inline/selaras, dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen sebagai aktor pelaksana bersama PA/KPA berdasarkan PerLKPP 13/2018 hendaknya melaksanakan proses pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku terlebih dahulu baru kemudian dilanjutkan dengan proses peraturan perundangan di bidang keuangan. Dengan demikian maka peran PPK bersama PA/KPA tidak dapat dieliminasi, demikian juga tidak dapat dipersyaratkan permintaan dokumen sebagai syarat pertanggung-jawaban dengan melibatkan proses yang bukan termasuk dalam proses pengadaan darurat.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Penanganan Keadaan Darurat merupakan proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berbeda dengan proses Pengadaan dalam keadaan normal, sehingga pengadaan barang/jasa penanganan darurat ini dikategorikan dalam Pengadaan Khusus. Sebagai bagian dari pengadaan khusus maka Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Penanganan Keadaan Darurat tidak dapat disamakan dengan :

    1. Pengadaan Langsung melalui Pejabat Pengadaan untuk nilai tertentu;
    2. Tender/Seleksi melalui Kelompok Kerja Pemilihan untuk nilai tertentu;
    3. Penunjukan Langsung melalui Pejabat Pengadaan/Kelompok Kerja Pemilihan untuk nilai dan kondisi tertentu;

Pengaturan Pengadaan Barang/Jasa dalam Pengadaan Penanganan Keadaan Darurat dilakukan dengan merujuk pada PerLKPP13/2018 yang lebih intensif peran nya berada pada PA/KPA dan PPK dengan filosofis kecepatan melakukan penanganan keadaan darurat. Dengan demikian maka proses pengadaan barang/jasa tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dokumen kontrak merupakan keluaran dari proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Demikian proses dalam keuangan yang merupakan Bukti Penjualan adalah dokumen yang berbeda, dalam hal ini ketika tidak terdapat peran Pejabat Pembuat Komitmen dalam proses keuangan bukan berarti lantas kegiatan dan proses pengadaan barang/jasa tidak dilakukan.

Kemudian perlu diperhatikan juga dalam pengadaan penanganan keadaan darurat, dalam keuangan daerah juga perlu dilakukan perhatian pada Peraturan Menteri Keuangan, karena selain melakukan proses penanganan keadaan darurat, terkait dengan perpajakan juga terdapat pengecualian dibidang perpajakan, yaitu :

    1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK/010/2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
    2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019(Covid19) Dan/Atau Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan
    3. Dan lain-lainnya.

Mohon diperhatikan juga bahwa kebijakan Pajak Daerah yang dilakukan dengan landasan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan ranah Pemerintah Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, dengan demikian pengecualian atas pembebasan Pajak Daerah harus dilakukan berdasarkan regulasi kebijakan Pemerintahan Daerah.

Dengan demikian Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban belanja tidak terduga untuk tanggap darurat yang ditetapkan dalam peraturan Kepala Daerah hendaknya dapat selaras dan tidak mengeliminasi atau menambah dari aspek Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, baik Pengadaan barang/Jasa Pemerintah dalam Penanganan Keadaan Darurat maupun Pengadan Barang/Jasa Pemerintah yang terdampak Keadaan Darurat maupun aturan Perpajakan.

 

Exit mobile version