Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Dimana di dalamnya terdapat Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.
Berkaitan dengan muatan Hukum Kontrak yang merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) atau dikenal KUHPer, dengan menilik Pasal 1335 yang berbunyi dalam beberapa terjemahan sebagai berikut :
-
- Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
- Suatu persetujuan tanpa causa, atau dibuat berdasarkan causa yang palsu atau causa yang terlarang, demikianlah berkonsekuensi tidaklah mempunyai kekuatan
Dengan demikian berkaitan dengan suatu sebab/causa terlarang dalam hal ini merujuk Kembali pada Pasal 1337 yang berbunyi Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jenis dan hirarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas :
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dengan demikian melaksanakan kontrak perlu dilakukan secara cermat dengan tidak melanggar Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ataupun Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berkaitan.
Pelanggaran akan memberikan peluang menjadi permasalahan baru yang tidak sebatas kesalahan pelanggaran administrasi saja, namun termasuk dalam kategori Pelanggaran Perdata yang menjadikan kontrak menjadi tidak memiliki kekuatan sehingga dalam berkontrak perlu dicermati secara hati-hati dan ekstra-prudent.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan Peraturan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU 15/2019 jo. UU 12/2011 dengan bunyi sebagai berikut “Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. “, dengan demikian ketika dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah hendaknya pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah tidak hanya sekedar berfokus pada Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 semata.
Berbagai Peraturan Perundangan terkait dengan Perencanaan, Keuangan Pemerintah, Perpajakan, hingga Peraturan spesifik berkaitan dengan apa Pekerjaan Pengadaan (misal Pengadaan Alkes memperhatikan UU dan Peraturan Menteri Kesehatan, Kendaraan perhatikan UU LLAJ dan Peraturan Menteri Perhubungan, dst) perlu diketahui dengan jelas. Dengan demikian Identifikasi Kebutuhan seharusnya dilakukan sejak Organisasi memiliki sebuah kebutuhan untuk diterjemahkan menjadi anggaran dan di dalamnya termasuk mencakup kebutuhan untuk menghadapi hambatan tersebut.
Namun memahami Peraturan dan Perundangan bukan berarti lantas menjadi Ahli Hukum atau Profesi Hukum, apa sih Profesi Hukum itu?
Dalam buku Filsafat Hukum dan Profesi oleh Khotibul Umam Rimawati, dan Suryana Yogaswara, Pengertian profesi dapat didefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus ditujukan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut profesional, sedangkan profesional sendiri mempunyai makna yang mengacu pada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya.
Agar suatu pekerjaan dapat disebut sebagai suatu profesi, beberapa syarat yang harus dipenuhi (yang merupakan kriteria formal) adalah sebagai berikut:
• Adanya spesialisasi pekerjaan.
• Berdasarkan keahlian dan ketrampilan.
• Bersifat tetap dan terus-menerus.
• Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan/pendapatan.
• Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi.
• Terkelompok dalam suatu organisasi profesi. (Abdulkadir Muhammad, 2001: 58)
Dalam buku Filsafat Hukum dan Profesi oleh Khotibul Umam Rimawati, dan Suryana Yogaswara, Pengertian profesi dapat didefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus ditujukan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut profesional, sedangkan profesional sendiri mempunyai makna yang mengacu pada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Berikut ini merupakan ciri-ciri dari profesi (Suhrawardi Lubis, 1994: 5) :
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis Seorang profesional harus memiliki pengetahuan teoretis dan keterampilan mengenai bidang teknik yang ditekuni dan bisa diterapkan dalam pelaksanaannya atau praktiknya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Asosiasi profesional Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya diorganisasikan oleh anggota profesi yang bertujuan meningkatkan status para anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensi Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Seorang profesional dalam bidang teknik mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi, baik itu dalam suatu pendidikan formal maupun nonformal.
4. Ujian kompetisi Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji, terutama pengetahuan teoretis.
5. Pelatihan institutional Selain ujian, biasanya juga dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan institusional calon profesional agar mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi yang dianggap bisa dipercaya.
7. Otonomi kerja Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar dari intervensi luar.
8. Kode etik Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10. Layanan publik dan altruism Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter yang berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
Profesi hukum memiliki ciri tersendiri dibandingkan dengan profesi lainnya karena profesi ini berkaitan langsung dengan pengaturan kehidupan sosial kemasyarakatan, kemudian berpengaruh pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Profesi hukum secara khusus berhubungan dengan masyarakat pencari keadilan. Profesi hukum sebagai profesi di antara profesi lain tidak dapat lepas atau berdiri sendiri. Sebagai suatu gambaran, pada saat suatu perusahaan akan go public selain profesi hukum, berperan juga profesi di bidang ekonomi yang ikut andil di dalamnya sehingga interaksi antarprofesi merupakan ciri dari profesi.
Maka sebagai Ahli Pengadaan, maka kita “tidak perlu” menjadi “Ahli Hukum”, sebagai Ahli Pengadaan maka yang perlu digunakan adalah kemampuan dan keahlian dengan rasa tanggung jawab yang tinggi dalam tanggung jawab Pengadaan, saya sengaja memberikan tanda petik (“) diatas pada “tidak perlu” menjadi “ahli hukum” agar dimaknai sebagai Ahli Pengadaan maka yang tidak diperlukan adalah menjadi “Ahli Hukum”, tapi untuk menjadi Ahli Pengadaan yang baik kita tetap perlu mengetahui “Hukum”, sehingga dalam bekerja, para Ahli Pengadaan melakukan sesuatu dengan fokus menjawab pertama kali pertanyaan tentang bagaimana mendapatkan barang yang dapat memenuhi kebutuhan Organisasi? dan bukan bertanya tentang dasar aturan Hukum nya apa?
Dengan demikian dalam melakukan proses Pengadaan Barang/Jasa yang diperlukan adalah menyusun dengan baik program agar dapat memperoleh Barang/Jasa yang baik, prioritasnya adalah bagaimana melakukan manajemen yang baik, namun dalam proses manajemen yang baik itu baru di verifikasi agar tidak melanggar Hukum. Dengan demikian yang dilakukan adalah melakukan fokus pada proses manajemen pada Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah dan dilakukan dengan tidak melanggar Hukum yang berlaku, sehingga selain ilmu Manajemen maka seseorang Ahli Pengadaan juga perlu mempelajari rambu-rambu yang dituliskan dalam bentuk Peraturan Perundang-Undangan, tetapi tidak perlu menjadikan dirinya sebagai “Ahli Hukum”, dengan demikian dalam Manajemen bisa dilakukan pengorganisasian personil, maka yang perlu dilakukan untuk pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang memiliki risiko tinggi dan memerlukan pendapat Hukum dapat dilakukan pemenuhan kebutuhan atas kebutuhan tersebut dapat bertanya pada “Ahli Hukum” yang memang Profesi nya adalah Ahli Hukum dan menjadi interakasi antarprofesi yang merupakan ciri dari profesi sebagaimana disebutkan diatas.
Dengan demikian, kedepannya harapan kita bersama adalah Para Ahli Pengadaan hendaknya jangan pertama kali bertanya “dasar Hukum nya apa?” tapi harusnya “bagaimana melakukan pemenbuhan kebutuhan barang/jasa?”, mari berfokus pada manajemen yang baik pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dari Organisasi agar Organisasi dapat mencapai tujuan dan berhasil dengan memikirkan manajemen secara Logis, kemudian manajemen dilakukan dengan baik dan seluruh informasi dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu sudah Lengkap, sehingga ketika di challenge dari sisi Hukum tetap menjadi Legal, hal-hal ini dipenuhi dari sisi Manajemen sebagai Ahli Pengadaan dan bukanlah sebagai Ahli Hukum.
Legal, Logis, dan Lengkap sesuatu yang sering di dengungkan oleh Bpk. Mudjisantosa (klik untuk mengunjungi blog)
Salam Pengadaan