hukum internasional
hukum internasional

Seri Hukum Internasional #3 : Kaum Beligerensi

Pendahuluan

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional semakin kompleks pengertiannya.

Kaum Beligerensi

 

Wagiman dan Anasthasya Saartje Mandagi dalam buku Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional Belligerent atau kaum beligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat diluar kemanusiaan bahkan meluas ke negara-negara lain maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberintak menempati status sebagai pribadi atau subjek hukum internasional. Contoh Belligerent adalah PLO (Palestine Liberation Organisation) atau Organisasi Pembebasan Palestina. PLO merupakan sebuah organisasi Palestina yang didirikan pada tahun 196. Tujuan utama dari PLO untuk menyuarakan aspirasi rakyat Palestina dalam jumlah besar yang hidup di tenda-tenda pengungsi di Lebanon. PLP awalnya dibentuk oleh Liga Arab pada tahun 1964. PLO sebagian besar di bawah kendali negara-negara Arab. Dalam perjalanannya, Yasir Arafat (dari organisasi al-Fatah terpilih menjadi ketua PLO pada tahun 1969 hingg eninggal pada tahun 2004. Organisasi ni mengusahakan sebuah negara Palestina di antara Laut Tengah dan Yordania. PLO telah mendapat pengakuan dari dunia internasional. PLO mendapatkan status peninjau di Sidang Umum PBB pada 1974 (Resolusi Sidang Umum No. 3237). Bulan Juli 1998, Sidang Umum PBB menyetujui resolusi yang memberikan kepada Palestina hak-hak dan privilege tambahan, termasuk hak untuk ikut serta dalam perdebatan umum yang diadakan pada permulaan setiap sidang umum, hak untuk menjawab, hak untuk ikut mensponsori resolusi dan hak untuk mengajukan keberatan atau pertanyaan yang berkaitan dengan pembicaraan dalam rapat (points of order) khususnya menyangkut masalah-masalah Palestina dan Timur Tengah. Demikian dikutip dari Wagiman dan Anasthasya Saartje Mandagi dalam buku Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional

Wagiman dan Anasthasya Saartje Mandagi dalam buku Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional Insurgent atau pemberontak tidak dapat diakui sebagai belligerent, untuk dapat diakui sebagai belligerent sebagai subjek hukum internasional harus emenuhi syarat-syarat, antara lain memiliki sebuah organisasi pemerintahan sendiri;kekuatan militernya telah menduduki wilayah tertentu; mempunyai kontrol efektif atas wilayah tersebut dan anggota militernya memiliki seragam dengan tanda tanda khusus dengan peralatan militer yang cukup. Insurgent merupakan awal mula pembentukan belligerent. Namun setiap insurgent tidak dapat disebut sebagai belligerent jiga belum memenuhi unsur-unsur tersebut. Contoh pemberontak yang disebutkan beberapa ahli hukum internasional adalah Gerakan Taliban. Gerakan ini merupakan nasionalis Islam Suni pendukung Pashtun yang secara efektif menguasai seluruh wilayah Afganistan sejak 1996 sampai 2001. Kelompok Taliban dibentuk pada tahun 1994 dan mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan Pakistan. Kelompok ini mendapat pengakuan diplomatik hanya dari empat negara, yakni Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Arab Saudi serta Pemerintah Republik Ceko Demikian dikutip dari Wagiman dan Anasthasya Saartje Mandagi dalam buku Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional

 

Wagiman dan Anasthasya Saartje Mandagi dalam buku Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional terkait dengan asas kepentingan militer (military necessity) menyebutkan belligerent adalah suatu pihak yang bersengketa, dalam kaitannya pada asas kepentingan militer belligerent mempunyai hak untuk melakukan setiap tindakan yang dapat mengakibatkan keberhasilan suatu operasi militer namun sekaligus tidak melanggar hukum perang. Asas kepentingan militer ini dalam pelaksanaannya sering pula dijabarkan dengan adanya penerapan prinsip pembatasan (limitation principle) dan prinsi proporsionalitas (proportionally principle). Prinsip pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau metode berperang yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa, seperti adanya larangan penggunaan racun atau senjata beracun, larangan adanya penggunaan peluru dum-dum, atau larangan menggunakan suatu proyektil yang dapat menyebabkan luka-luka berlebihan (superfluous injury) dan penderintaan yang tidak perlu (unnecesary suffering). Prinsip Proposionalitas menyatakan bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek-objek sipil harus proporsional sifatnya dan tidak berlebihan dalam kaitannya dengan diperolehnya keuntungan militer yang nyata dan langsung dapat diperkirkan akibat dilakukannya serangan terhadap sasaran militer  Demikian dikutip dari Wagiman dan Anasthasya Saartje Mandagi dalam buku Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional

 

Kesimpulan : Insurgent adalah cikal bakal dari Belligerent, namun insurgent / pemberontakan yang tidak berkembang menjadi akibat diluar kemanusiaan dan meluas ke negara lain adalah menjadi masalah dalam negeri sepenuhnya dari negara yang bersangkutan. Sebaliknya bila sudah meluas maka sikap yang dapat diambil oleh negara lain adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak tadi menjadi kaum beligerensi sebagai pribadi yang berdiri sendiri. Dalam keberadaannya diakui asas kepentingan miiter yang memiliki prinsip pembatasan dan proporsionalitas.

Referensi :

Wagiman, Anasthasya Saartje Mandagi. 2016. Terminologi Hukum Internasional: Panduan Lengkap bagi Mahasiswa, Praktisi, dan Penegak Hukum dalam Memahami Peristilahan hukum Internasional. Jakarta Timur:  Sinar Grafika.

Sebelumnya Seri Hukum Internasional #2 : Proses Penyusunan dan Pengesahan Perjanjian Internasional
Selanjutnya Seri Hukum Internasional #4 : Paham dalam Primat Hukum Internasional

Cek Juga

Perubahan UU Rantaskor pada UU KUHP (UU 1/2023)

Pada ayat (4) Pasal 622 dari UU KUHP / UU 1/2023 adalah : (4) Dalam ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: