penyelesaian sengketa pada kontrak hubungan bisnis 800x400
penyelesaian sengketa pada kontrak hubungan bisnis 800x400

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PADA KONTRAK HUBUNGAN BISNIS, KHUSUSNYA PADA KONTRAK HUBUNGAN BISNIS PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Artikel ini telah ditayangkan pada website Bagian PBJ Kab. Kutai Barat : https://bagianpbj.kutaibaratkab.go.id/2021/04/16/alternatif-penyelesaian-sengketa-pada-kontrak-hubungan-bisnis-khususnya-pada-kontrak-hubungan-bisnis-pengadaan-barang-jasa-pemerintah/

 

Hubungan Perdata dalam Kontrak Bisnis memiliki peran sebagai sumber sengketa/perselisihan, hal ini dikarenakan hubungan bisnis sejak lama suatu waktu dapat berpotensi menghadirkan perselisihan, sengketa hubungan bisnis baik pada tingkat internasional maupun pada tingkat nasional timbul akibat adanya perselisihan dalam melaksanakan apa yang diperjanjikan di waktu yang silam dan/atau perselisihan dalam melaksanakan isi kontrak. Perjanjian dalam Hubungan Bisnis yang selanjutnya disebut sebagai Kontrak Bisnis memiliki kekuatan hukum laksana undang-undang bagi para pembuatnya sehingga para pihak yang memberikan keputusan saat terjadi sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi tidak dapat mengabaikan isi kontrak bisnis selama kontrak tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Dikarenakan keduanya masih punya harapan untuk melanjutkan hubungan bisnisnya, maka tidak disarankan penyelesaian sengketa bisnis yang dapat dilakukan melalui lembaga Pengadilan (Litigasi) yang merupakan proses pengajuan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri yang umumnya memakan proses panjang, waktu lama, relatif mahal, berbelit-belit dengan hasil putusan sering kali sulit di eksekusi menjadi sebuah metode penyelesaian sengketa bisnis yang perlahan dicari alternatifnya, proses Litigasi di Pengadilan Negeri juga mengenal adanya masih bisa diajukan sebuah putusan untuk banding ke Pengadilan Tinggi. Lalu kasasi hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Penyelesaian melalui Litigasi juga dapat dilakukan melalui Pengadilan Niaga yang berwenang menangani perkara kepailitan dan perkara penundaan kewajiban dan pembayaran utang (PKPU), sengketa di bidang Hak Kekayaan Intelektual, dan terkait hal lainnya.

Penyelesaian permasalahan sengketa dapat dilakukan dengan Alternatif Penyelesaian Sengekata (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR) yang dipandang lebih kondusif bagi pengembangan bisnis di masa depan karena berbeda dengan Litigasi yang memberikan keputusan mutlak setelah proses peradilan yang bersifat menang-kalah yang cenderung merusak hubungan bisnis, APS/ADR dipandang lebih diminati oleh pelaku bisnis karena dinilai lebih efisien dan efektif serta memiliki beberapa model meliputi :

  • Negosiasi;
  • Konsultasi;
  • Pendapat Mengikat;
  • Mediasi;
  • Konsiliasi;
  • Adjudikasi;
  • Arbitrase;dan
  • Penyelesaian Sengketa Daring.

Dasar hukum Pelaksanaan Sengketa di Luar Sidang atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)  salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada dasarnya tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi dalam hubungan antar manusia atau kegiatan bisnis, masing-masing pihak harus selalu siap mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi setiap saat di kemudian hari. Terdapat beberapa macam cara penyelesaian sengketa, yaitu pengadilan dan alternatif penyelesaian sengketa (APS) di luar pengadilan. Tingkatan APS antara lain adalah dimulai dari negosiasi dan bila tidak dapat menyelesaikan masalah dapat dilakukan eskalasi menjadi mediasi dan seterusnya.

Negosiasi adalah cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan,  yang membantu pihak pihak yang bersengketa dalam mencapai penyelesaian/solusi yang dapat diterima oleh pihak yang bersengketa/selisih dan seterusnya hingga arbitrase.

Secara umum Proses APS  jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan Pengadilan sebagai cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Para pelaku bisnis enggan menggunakan jalur litigasi karena reputasi pengadilan yang kurang kondusif bagi pengembangan bisnis di masa depan. Meskipun MA telah mendorong proses peradilan yang cepat, sederhana, dan murah, namun faktanya tidak demikian. Mafia peradilan masih tumbuh subur sehingga pihak yang dimenangkan acap kali bukan pihak yang benar, tetapi pihak yang mau membayar mahal oknum pengadilan. Pengadilan di Indonesia disinyalir juga masih cenderung berpihak kepada penguasa dan pemodal besar. Keengganan para pelaku bisnis menggunakan jalur litigasi juga disebabkan oleh proses peradilan yang bersifat menang-kalah sehingga dapat merusak hubungan bisnis. Selain itu, kebanyakan proses persidangan di peradilan bersifat terbuka untuk umum sehingga tidak ada jaminan kerahasiaan bagi para pihak yang sedang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar peradilan melalui APS lebih diminati oleh pelaku bisnis karena dinilai lebih efisien dan efektif.

Di Pengadilan, para pihak tidak bisa memilih hakim, tempat sidang, dan tata cara penyelesaian sengketa. Jika menempuh Arbitrase, para pihak dapat memilih para arbiter, hukum materiil, hukum acara, lembaga arbitrase, tempat pemeriksaan, dan lama penyelesaian sengketa. Jika me-makai Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi, para pihak dapat menentukan sendiri pihak penengah dan tata cara penyelesaian sengketa. Dalam Adjudikasi, pemohon (nasabah) diberi hak opsi menolak atau menerima putusan sebelum diberlakukan. Penyelesaian sengketa bisnis via internet dapat dilakukan melalui Penyelesaian Sengketa Daring (PSD) atau Online Dispute Resolution (ODR). Kini PSD sudah dimungkinkan karena semua data elektronik dan tanda tangan elektronik bisa dijadikan bukti hukum sesuai UU ITE. PSD lebih sesuai diterapkan pada bisnis daring (online business), perdagangan secara elektronik (e-dagang atau e-commerce), dan bisnis jasa keuangan berbasis teknologi finansial (financial technology/fintech) serta bisnis lainnya yang diselenggarakan melalui jaringan internet. PSD lebih cepat dan lebih murah dibandingkan dengan penyelesaian sengketa konvensional via offline.

Berdasarkan keinginan untuk menjaga hubungan bisnis jangka panjang sebagaimana disampaikan dalam topik artikel ini, dan setelah meninjau terkait dengan penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi, maka kemungkinan penyelesaikan sengketa diantara keduanya dan model penyelesaian sengketa yang paling cocok bagi kedua pelaku usaha tersebut adalah menggunakan jalur non-litigasi dengan model yang dipandang paling sesuai dengan derajat beratnya permasalahan yang dihadapi secara berjenjang mulai dari :

–             Pendapat Mengikat;

–             Mediasi;

–             Konsiliasi;

–             Adjudikasi;

–             Arbitrase;

Apabila hingga Arbitrase permasalahan memang tidak dapat diselesaikan, maka permasalahan dapat dikategorikan relatif berat sehingga perlu ditempuh jalur Litigasi.

Bagaimana dengan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah?

Perhatikan bahwa telah diatur substansi berdasarkan Peraturan sebagai berikut :

  • Angka 28 Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 sebagaimana terakhir kali dirubah dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021) : Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.
  • Angka 27 Pasal 1 Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang Melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  • Angka 44 Pasal 1 Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 Kontrak Pengadaan   Barang/Jasa   yang   selanjutnya   disebut Kontrak  adalah  perjanjian  tertulis  antara  PA/KPA/PPK  dengan Penyedia atau pelaksana Swakelola
  • Ayat (1) Pasal 17 Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan

Kalimat Kuncinya adalah :

Penyedia sebagaimana Barang/Jasa adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa Pemerintah berdasarkan kontrak, wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan

Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menjadi fokus utama adalah memastikan Penyedia bekerja sesuai tugas dan tanggung-jawab yang diatur dalam ayat (2) Pasal 17 Perpres 16/2018 Jo. Perpres 12/2021 sebagai berikut :

Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas:

  1. pelaksanaan Kontrak;
  2. kualitas barang/jasa;
  3. ketepatan perhitungan jumlah atau volume;
  4. ketepatan waktu penyerahan; dan
  5. ketepatan tempat penyerahan.

Dalam proses hubungan kontraktual antara Penyedia dengan Pejabat Penandatangan Kontrak apabila terdapat selisih pendapat, maka serupa dengan hubungan bisnis konvensional, terdapat APS Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam hal terdapat selisih pendapat.

Siapa yang melaksanakan APS? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang saat ini melaksanakan sebagian peran Bank Indonesia (BI) yang saat ini bertindak selaku regulator dan pengawas perbankan. Selain berwenang mengawasi perbankan, OJK juga mengambil alih peran Bapepam-LK dalam pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan nonbank. OJK telah mengesahkan pembentukan 6 Lembaga APS di in-dustri jasa keuangan, yaitu LAPSPI, BAPMI, BMAI, BAMPPI, BMPPI, BMDP. Selain Lembaga APS di industri jasa keuangan, pelaku bisnis juga bisa menggunakan jasa Lembaga APS lain, seperti BANI, BAKTI, BA-DAPSKI, BPSK, dan lain-lain. Sementara itu, perselisihan bisnis antar-negara bisa diselesaikan melalui Lembaga APS intemasional. Sengketa bisnis yang melibatkan pengusaha Indonesia dan pengusaha asing juga bisa diselesaikan via Lembaga APS nasional (contoh BANI) asalkan di-sepakati oleh para pihak yang bersengketa. Perlu dicatat bahwa masing-masing Lembaga APS menerapkan peraturan dan tata cara serta biaya yang berbeda-beda sehingga pelaku bisnis harus dapat bersikap dengan cerdas.

Diatas telah disampaikan bahwa para pihak yang memberikan keputusan saat terjadi sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi tidak dapat mengabaikan isi kontrak bisnis selama kontrak tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, dengan demikian hal tersebut yang mendasari bahwa penulisan peran siapa yang melaksanakan peran saat terjadi sengketa dituliskan sejak rancangan kontrak.

Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah selain lembaga APS yang telah dituliskan diatas, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga menghadirkan Lembaga APS untuk Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang disebut Lembaga Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LPSK PBJP).

LPSK PBJP ditetapkan dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 18 tahun 2018 tentang Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PerLKPP 18/2018) yang memiliki ruang lingkup sebagaimana dituliskan dalam ayat (1) Pasal 3 PerLKPP 18/2018 sebagai berikut :

Ruang  lingkup Layanan  Penyelesaian  Sengketa  Kontrak Pengadaanadalah:

a.Mediasi;

b.Konsiliasi;dan

c.Arbitrase

Pelaksanaan Eskalasi APS dengan PerLKPP 18/2018 diatur dalam ayat (2) Pasal 3 PerLKPP 18/2018 sebagai berikut :

Layanan Penyelesaian   Sengketa   Kontrak   Pengadaansebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1)  dilakukan  secara bertahap

Dengan demikian dapat disimpulkan dua hal yaitu :

  1. Dengan memilih LPSK PBJP yang diselenggarakan oleh LKPP maka Perancang Kontrak telah mendesain kontrak untuk memilih penyelesaian sengketa kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara non-litigasi, sehingga tidak perlu menuliskan lokasi Penyelesaian Sengketa Kontrak pada Pengadilan Negeri setempat.
  2. Pelaksanaan APS yang dipilih dilakukan menggunakan LPSK LKPP dilakukan secara bertahap dimulai dari musyawarah terlebih dahulu, bila tidak ditemukan jalan keluar terbaik, maka dilakukan melalui Mediasi, bila belum terdapat titik temu kesepakatan perselisihan maka dilakukan konsiliasi. Tentunya bila setelah dilakukan Musyawarah, Mediasi, dan Konsiliasi maka dapat ditempuh Arbitrase sebagai jalan terakhir.
  3. Bagaimana bila APS dari LPSK LKPP tidak memberi solusi? Walau terdapat lembaga lain untuk APS, namun prinsip pelaksanaannya tetap sama dan hanya akan menjadi pengulangan dari mediasi, konsiliasi hingga arbitrase kembali (hanya lembaga APS nya saja yang berbeda), sehingga bila APS LPSK LKPP tidak memberikan solusi maka dapat ditempuh penyelesaian sengketa kontrak PBJP dengan menggunakan jalur Litigasi pada Pengadilan Negeri yang disepakati kedua belah pihak yang berselisih.

 

Referensi :

  1. Penyelesaian Sengketa Bisnis -Litigasi-Negosiasi-Konsultasi-Pendapat Mengikat-Mediasi-Konsiliasi-Adjudikasi-Arbitrase-Penyelesaian Sengketa Daring., Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiani, R. Serfianto D.Purnomo, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2018.
  2. Arbitrase, Mediasi, dan Negosiasi., R.M Gatot, P. Soemartono, dan Suyud Margono, Universitas Terbuka, Tanggerang Selatan, 2017.

 

Peraturan
Sebelumnya Pembentukan akta, Bidang Usaha, dan Mengapa bisa memenangkan tender?
Selanjutnya Jasa Konsultansi Perorangan, apakah dimungkinkan?

Cek Juga

img 6830

Mengubah Bobot Pengakuan Prestasi Termin, bolehkah?

Misal kontrak pekerjaan pengembangan aplikasi yang dapat dibayarkan berdasarkan kemajuan tahapan pekerjaan, misal telah dibobot ...

Punya pendapat terkait artikel ini? mohon berkenan berdiskusi, terima kasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Open chat
1
Hubungi saya
Halo, apa yang bisa saya bantu?
%d blogger menyukai ini: